Senin, 12 November 2012

Suatu pagi pada bulan Oktober 2012, dalam perjalananku dari Jogja ke Magelang, saya merasa terpanggil untuk mampir disebuah tempat suci di Kota Muntilan Kabupaten Magelang.  Tempat suci ini sudah lama sekali berdiri dan berusia kurang lebih 150 tahun.  Kelenteng Hok An Kiong yang terletak di kawasan Pecinan Kota Muntilan ini memiliki arti tersendiri buatku.  Entah kenapa rasa ingin tahuku terhadap tempat ibadah umat Konghuchu ini mendorongku untuk sekedar "Sowan". Mungkin ini terkait dengan masa lalu nenek dan kakek-ku yang dimasa mereka masih hidup, mereka mencari rejeki dan penghasilan di depan Kelenteng ini.  Nenek dan Kakekku tinggal di sebuah desa di wilayah kecamatan Mertoyudan,  Berjarak kurang lebih 12 Km dari Muntilan.  pada waktu itu, terdapat jalur kereta yang menghubungkan antara Kota Magelang dan Muntilan.  Dan kebetulan mereka tinggal di Desa Japunan kecamatan Mertoyudan.  Terletak tepat di tengah-tengah antara kedua Kota tersebut.  Setiap pagi mereka berjualan hasil sawah yaitu berupa Gabah (Padi) dan Beras di depan Kelenteng Muntilan ini.  Heemmm, jadi membayangkan indahnya kehidupan di daerah ini.  Semua golongan baik dari pribumi maupun etnis Tionghoa membaur menjadi satu dengan rukun.

Benar saja, setelah saya bersilaturahmi dengan Bp. Panut, seorang Bapak berusia sekitar 68 Tahun yang bertugas menjaga Kelenteng ini, saya terheran-heran dengan datangnya seorang wanita separuh-baya yang menggunakan kerudung datang ke Kelenteng ini.  Ternyata ibu ini datang untuk berdoa dan memohon kesembuhan dari penyakit yang dideritanya.  Ohh Tuhan, sungguh indahnya apabila semua umat dari berbagai macam agama dan keyakinan bersatu dan saling menghormati seperti ini.  Ini bukan mengenai dogma pencampuran agama atau penistaan agama, tetapi saya melihat adanya bentuk interaksi yang universal antara manusia dan Sang Pencipta.  Bahwa melalui cara apapun umat manusia ini berdoa, Tuhan selalu mendengar, tidak peduli bagaiana cara dan lepas dari dari agama apa yang dipeluk orang tersebut.  Banyak pengunjung yang datang di tempat ini terkabul doa dan permohonannya. 

Saya sendiri dilahirkan beragama Katholik.  Kedua orang Tua saya juga penganut Katholik, meskipun ajaran kejawen masih dominan dalam keluarga kami karena merupakan warisan dari almarhum kakek kami yaitu sebagai pemeluk dan mendalami aliran kepercayaan kebatinan dan kejawen.  Oleh sebab itu saya melihat adanya kemiripan antara tradisi olah batin Kejawen dengan cara berdoa umat Konghuchu di sini.  Kebersihan batin dan pengolahan batin spiritual sangat diutamakan.  Saya pun diajak oleh Bapak Panut untuk mencoba memanjatkan doa kepada salah satu Dewa di kelenteng tersebut.  Sungguh beda atmosfir yang saya rasakan dari tempat ini.  Dengan ornamen khas warna merah dan ada yang istimewa, di dalam Kelenteng ini terdapat tempat Dupa (Hio Loo) yang memiliki ukuran sangat besar.  Konon Hio Loo ini berukuran terbesar se-Asia Tenggara dan Nomor dua di dunia.  Inilah bukti dari kekayaan spiritual daerah sekitar tempat saya dilahirkan yaitu Muntilan dan masih banyak lagi yang saya kunjungi selama ini.  Mungkin ada komentar dari saudara-saudara sekalian, saya persilahkan.

Salam Budaya
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar